News

Biaya Gas Tinggi, Industri Baja Khawatir Daya Saing Turun

27 September 2019

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri baja menilai wacana kenaikan gas oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) bulan depan harus dikaji ulang. Pasalnya, tidak semua sektor manufaktur memiliki tingkat kebutuhan yang sama.

Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengatakan penurunan tarif gas justru dinilai penting. Penurunan tersebut diproyeksikan dapat membuat daya saing produsen baja lokal setara dengan baja impor yang kini membanjiri pasar baja lokal.

"Bisnis baja itu rantai pasokannya cukup panjang dan [urgensi penurunan tarif gas] ini menyangkut investasi, tenaga kerja, daya saing industri, dan masih banyak lagi," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (25/9/2019).

Walaupun gas hanya berkontribusi sekitar 4%-5% dari struktur biaya produksi, Silmy menilai perubahan tarif gas akan berdampak signifikan. Pasalnya, industri baja merupakan industri padat modal.

Dia mengatakan tarif gas yang kerap dijanjikan akan turun ke level US$6 per MMBTU pun masih lebih tinggi dari negara lain yakni sekitar US$1--US$3 per MMBTU.

Direktur Eksekutif Indonesia Zinc Alumunium Steel Industry Maharani Putri mengatakan kenaikan harga gas akan berdampak besar bagi industri baja lapis. Pasalnya, hal tersebut akan membuat harga baja cabai dingin (cold rolled coil/CRC) melambung.

Sumber dan Berita Selengkapnya: