News

Industri Automotif Dituntut Progresif

03 August 2018

TANGERANG - Kalangan industri automotif nasional dituntut progresif merespons perkembangan industri global, terutama dari sisi teknologi. Langkah ini diperlukan agar tidak tertinggal dari negara lain. Saat ini industri automotif dalam negeri cukup signifikan perkembangannya.

Selain semakin banyaka merek yang dipasarkan, produsen pun giat melakukan ekspor. Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan, jumlah ekspor dalam bentuk komponen kendaraan pada tahun lalu naik hingga 13 kali lipat, dari 6,2 juta pieces di 2016 menjadi 81 juta pieces.

Lonjakan juga terjadi di sektor produksi kendaraan bermotor roda empat dari 1,17 juta unit pada 2016 menjadi 1,21 juta unit di 2017. Jumlah tersebut di perkuat dengan peningkatan ekspor kendara an dalam bentuk completely built up (CBU) sebanyak 231.000 unit pada 2017, dibanding tahun sebelumnya hanya 194.000 unit.

Dari capaian itu, pemerintah menargetkan jumlah produksi pada 2020 akan naik menjadi 1,5 juta unit. Adapun dari sisi penjualan, berdasarkan catatan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) hingga Juni 2018 telah mencapai 554.000 unit. Angka tersebut naik 3,8% dibanding periode yang sama di banding tahun sebelumnya.

“Sementara ekspor kendaraan utuh (complete build up/ CBU) hingga Juni 2018 men capai 110.135 unit, turun dibandingkan periode yang sama 2017. Ini karena adanya aturan baru di Vietnam sebagai salah salah satu tujuan ekspor penting bagi kita yang akibatnya menghambat ekspor ke negara tersebut,” kata Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi di sela-sela pembukaan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2018 di Indonesia Conventionand Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang, Banten, kemarin.

Sementara itu, jumlah produksi sampai Juni 2018 mencapai 635.000 unit atau naik 6,1% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Sedangkan kapasitas produksi saat ini mencapai 2,3 juta unit. Adapun nilai investasi selama kuartal I/2018 telah mencapai Rp3,35 triliun.

Di samping itu, industri automotif di Indonesia juga mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak yakni lebih dari 1,5 juta orang, yang terdistribusi pada berbagai sektor mulai dari industri perakitan, produsen komponen lapis pertama, kedua dan ketiga, sampai di bengkel resmi, sales, service dan suku cadang. Kendati demikian, capaian-capaian tersebut seyogianya tidak dijadikan patokan keberhasilan bangkitnya industri.

Pasalnya masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi jika dikaitkan dengan perkembangan industri automotif secara global. Misalnya saja dari sisi teknologi. Di luar sana, para pembuat mobil kini sudah beralih ke teknologi lebih canggih mulai dari kendaraan listrik, mobil terbang, hingga mobil tanpa pengemudi (otonom) yang mengandalkan kecerdasan buatan.

Masih adanya gap dan tantangan di industri automotif nasional tersebut mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka pameran GIIAS 2018 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, kemarin. Menurut Presiden, ada tiga tantangan besar yang dihadapi automotif nasional kendati secara industri Indonesia sudah menjadi bagian dari rantai pasok global.

Pertama, menguatnya fenomena mobil listrik. Tren ini diperkuat dengan sikap beberapa negara seperti Prancis dan Inggris yang akan melarang beredarnya mobil dengan pembakar an internal pada beberapa tahun ke depan. Negara lainnya yang gencar mengembangkan mobil listrik adalah China. Mereka cukup agresif bila dibandingkan dengan negara lain yang pasarnya sudah jenuh.

“Ini (mobil listrik) tinggal menunggu waktu perubahan tren-tren tersebut masuk ke Indonesia. Kita harus hati-hati,” jelasnya. Tantangan kedua, menurut Presiden, adalah kehadiran teknologi yang mendisrupsi sektor automotif.

Dia men contohkan hadirnya teknologi mobil otonom yang saat ini berkembang di berbagai negara maju. Tantangan terakhir, menurut Jokowi, adalah siklus automotif yang sudah mencapai puncaknya di pasar automotif dunia seperti Amerika Serikat (AS) dan China.

Menurutnya, pasar automotif di AS bahkan sudah mentok dan sulit untuk naik lagi. Bahkan diprediksi beberapa tahun ke depan pasar automotif AS akan mengalami penurunan. Begitu juga dengan China yang dilihatnya juga mengalami pelambatan. Apalagi saat ini Negeri Panda sedang mengalami perang dagang dengan AS yang membuat kondisi industri automotif mereka berada dalam posisi sulit.

“Kita harus siap dengan siklus seperti ini. Kita akan all out dalam mendukung industri automotif, termasuk dengan menyiapkan insentif seperti tax holiday yang jauh lebih agresif, tax allowance,“ ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Presiden memperingatkan agar industri automotif bisa keluar dari zona nyaman. Dia meminta produsen untuk lebih dinamis, terus bekerja keras, dan menerapkan inovasi yang diperlukan. Rencana adanya sejumlah insentif untuk mendukung perkembangan industri automotif disambut baik oleh kalangan produsen. Namun rencana itu harus dibarengi regulasi serta ketersediaan infrastruktur yang memadai.

“Rencana pemerintah yang membahas beragam insentif untuk pengembangan mobil listrik adalah angin segar bagi industri automotif nasional. Tentu upaya ini merupakan hal yang positif bagi industri automotif,” ujar Presiden Direktur PT Toyota Mannufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono.

Dia melanjutkan, Pemerintah juga perlu menyinergikan kebijakan-kebijakan yang disiapkan dengan pengembangan infrastruktur mobil listrik. Tujuannya agar antara regulasi dan infrastruktur bisa berjalan beriringan. Warih mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan riset dengan melibatkan industri serta akademisi untuk mengetahui respons masya rakat terhadap mobil listrik. “Pada 8 Agustus nanti akan diketahui hasilnya,” tuturnya.

Executive General Manager Toyota Astra Motor (TAM) F Soerjopranoto menambahkan, dari sisi teknologi, Toyota sudah siap memasuki era mobil listrik. “Teknologi sudah ada, jaringan (diler) sudah ada. Kami sudah siap dan industri sudah siap (memproduksi dan memasarkan) mobil listrik,” tegasnya.

Pada pameran GIIAS 2018, secara khusus Pemerintah memperkenalkan kendaraan serba guna perdesaan yang disebut Alat Mekanis Multiguna Pedesaan (AMMDes). Kendaraan tersebut diharapkan dapat memacu produktivitas masyarakat di perdesaan sekaligus meningkatkan daya saing industri automotif nasional.

“Saat ini AMMDes siap diproduksi sebanyak 3.000 unit, dan kami akan tingkatkan menjadi 9.000-15.000 unit per tahun. Produksi secara massal akan dimulai pada Januari 2019,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Menurut Airlangga, serangkaian uji coba telah dilakukan dalam pengembangan AMMDes, termasuk mengenai perizinan dengan Kementerian Perhubungan.

“Sekarang masih di urus izinnya, ren cana bulan November dikeluarkan,” ungkapnya. Terkait suku cadangnya, politisi Partai Golkar itu memastikan bahwa ketersediaannya cukup banyak dipasaran. Di samping itu, distributornya juga telah tersedia. Adapun untuk harganya, AMMDes akan dibanderol sekitar Rp65-70 juta. “Jadi aksesorinya tergantung pada kebutuhan mereka. Misalnya mau pakai pompa, berarti tambah Rp3 juta atau menggunakan rice milling tambah Rp7 juta,” tuturnya.

Ajang GIIAS 2018 juga dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengampanyekan pentingnya pengurangan emisi gas buang kendaraan dengan dideklarasikannyastandaremisi Euro 4. Standar baru ini akan menggantikan standar Euro 2 yang sudah lama diterapkan di industri automotif dalam negeri.

Selain itu, pada gelaran GIIAS kali ini Pemerintah juga mengajak industri auomotif untuk mendukung kebijakan mandatori biodisel dalam bahan bakar solar sebesar 20% (B20). Program ini diharapkan dapat membantu menghemat devisa negara karena bisa menekan impor bahan bakar minyak.

Sumber: https://autotekno.sindonews.com/read/1327305/120/industri-automotif-dituntut-progresif-1533261020/13