News

Penerapan B20, Industri Otomotif Perlu Diberi Insentif

04 September 2018

JAKARTA – Pemerintah bakal menerapkan penggunaan Biodiesel 20 persen (B20) efektif berlaku mulai 1 September. Karena itu, pemerintah perlu memberi insentif produsen otomotif dalam negeri semisal keringanan pajak dan sebagainya. Bahkan, pada 2019 mendatang, penerapan biodiesel bakal ditingkatkan menjadi 30 persen.

”Penerapan biodiesel harus juga mengakomodir produsen otomotif. Saat ini, pabrikan otomotif harus ada penyesuaian. Jadi, insentif akan mendorong industri otomotif lebih kompetitif,” tutur Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus belum lama ini.

Menurut Heri perlu ada kalkulasi lebih rinci. Misalnya, dari segi resiko perbandingan emisi dan ketahanan terhadap mesin. Kebijakan juga bertahap. Misalnya, untuk mobil keluaran 2019 ke atas. ”Intinya, kami mendukung penerapan biodiesel untuk bahan bakar. Sebab, tidak mungkin terus menerus ekspor sawit. Harus ada hilirasi industri untuk meningkatkan nilai tambah,” imbuhnya.

Negara maju bilang Heri juga sudah ada yang menggunakan energi selain fosil untuk bahan bakar minyak (BBM). Misalnya, perusahaan di Norwegia sudah membuat energi B30 bahkan B100. Namun, perusahaan itu memakain minyak nabati bukan crude palm oil (CPO). Selain itu, campuran minyak dengan CPO sudah banyak dilakukan negara lain seperti Brasil. ”Jadi, tidak ada alasan untuk menolak,” ucapnya.

Sementara itu, Kementerian ESDM telah mengalokasikan volume BBN jenis biodiesel untuk pencampuran BBM Non-Public Service Obligation (PSO) sebesar 940.470 kilo liter (KL) periode September hingga Desember 2018. Adapun alokasi volume B20 untuk BBM PSO sebanyak 1,95 juta KL dengan periode sama. Penerapan B20 tahun ini, pertiga bulan diklaim dapat menurunkan impor minyak USD 2,2 miliar atau setahun sekitar USD 6,6 miliar.

Kebijakan untuk memperluas penggunaan bahan bakar dengan campuran 20 persen biodiesel (B20) merupakan salah satu upaya menghemat devisa negara. Sebelumnya, Industri pertambangan mendukung rencana pemerintah menerapkan B20 mulai 1 September 2018. ”Kesiapan menggunakan B20 kalau pertanyaan ke anggota kami, kita dalam kondisi pasif. Kalau ada pasokan siap. Sebab, kalau dari dulu, B5 itu sudah diterapkan. Di SPBU solar subsidi itu bertahap sudah B15,” tegas Executive Director Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia Bambang Tjahjono.

Menurut Bambang penerapan B20 harus dipastikan. Problem pelaksanaanya perlu alat khusus supaya mencampurnya sempurna. ”Pertamina sudah ada tidak. Sebab, kalau campurannya nggak bagus, nanti masalahnya ke kita. Namun, kami kan pasif, tidak mungkin kami mencampur sendiri solar dengan biodiesel,” jelas Bambang.

Ia menambahkan, sebelumnya ada usulan saat rapat di Minerba supaya industri suruh campur sendiri. Menurutnya, kalau perusahaan besar tidak masalah. Bagaimana industri yang kecil. ”Kemudian bagaimana pengawasannya, bisa nggak jujur nanti nyampurnya. Bukan kami yang minta mana solar sama biodieselnya kami campur sendiri. Pemerintah harus menyediakannya,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua II Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia Bima Dwikora mengatakan pihaknya siap menggunakan B20. ”Sejak 2015 pabrik alat berat di Indonesia sudah dilengkapi untuk penggunaan B20. Jadi kami tidak ada masalah kalau pemerintah memperluas penerapan B20 hingga ke solar non subsidi,” tegas Bima.

Sumber: http://www.lombokpost.net/2018/09/04/penerapan-b20-industri-otomotif-perlu-diberi-insentif/