News

Strategi Menekan Impor Sektor Energi

06 September 2018

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap sejumlah langkah strategis untuk mengendalikan impor di sektor energi dan sumber daya mineral dapat mengikis defisit neraca perdagangan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan bahwa strategi mengendalikan barang impor bertujuan untuk memberikan peluang industri nasional mengambil peran dalam setiap proyek sektor ini.

Menurutnya, pengendalian impor bukan semata-mata pengurangan impor, tetapi juga penggunaan kandungan lokal atau TKDN.

“Memang untuk menghidupkan industri dalam negeri. Kalau memakai produk dalam negeri memang otomatis impor terpangkas. Kurangnya impor itu juga akibatnya saja, karena kita pakai produk dalam negeri,” katanya, Selasa malam (4/9/2018).

Setidaknya ada tiga poin yang ditekankan Jonan untuk mengendalikan impor di sektor ESDM, yakni terkait penerapan perluasan mandatori B20, beberapa proyek strategis nasional bidang kelistrikan dan migas yang perlu dijadwalkan ulang untuk mengurangi impor yang dipandang belum perlu serta memastikan devisa hasil ekspor bidang sumber daya alam, seperti minerba dan migas kembali ke Tanah Air.

Untuk peningkatan penggunaan TKDN, Jonan telah menerbitkan beleid setingkat Keputusan Menteri ESDM tentang penggunaan barang yang diproduksi di dalam negeri untuk sektor energi dan sumber daya mineral.

Keputusan Menteri ESDM No. 1953 K/06/MEM/2018 tetang Penggunaan Barang Operasi, Barang Modal, Peralatan, Bahan Baku, dan Bahan Pendukung Lainnya yang Diproduksi di Dalam Negeri Pada Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral ditetapkan kemarin, Rabu (5/9/2018).

Dalam beleid ini, badan usaha yang bergerak di bidang migas, minerba, ketenagalistrikan dan EBTKE, untuk memprioritaskan produksi dalam negeri. Bagi badan usaha yang akan melakukan impor barang tidak diberikan fasilitas impor (masterlist).

Dirjen Migas ESDM Djoko Siswanto menegaskan aturan penggunaan TKDN di sektor hulu migas sudah disepakati, sehingga tidak akan ada aturan baru yang diterbitkan.

"Kalau sudah ada di dalam negeri, itu wajib menggunakan yang ada. Wajib," katanya, Rabu (5/9/2018).

Direktur Pemasaran Retail Mas'ud Khamid mengatakan sedang melakukan efisiensi di sektor operasional. Pihaknya akan melihat manufacture list dan bisa digantikan dengan ada yang ada di dalam negeri.

"Kira-kira implementasi TKDN di Pertamina saat ini sekitar 40% - 45%. Tidak semua proyek kami mengambil dari luar, khusus yang teknologi tinggi," katanya.

Dia menjelaskan untuk proyek revitalisasi, seperti pembangunan jeti pelabuhan, reparasi tengki, serta pembangunan TBBM sebagian besar sudah menggunakan produk lokal.

Walaupun Pertamina diminta untuk memilah proyek yang menyerap produk impor, Mas'ud memastikan tidak ada proyek yang ditahan.

"Misalnya seperti pembangunan infrastruktur di kawasan Timur Indonesia, dengan pertumbuhan dan potensi yang ada, kita harus bersiap," tambahnya.

Selanjutnya terkait penyerapan lifting minyak bagian KKKS yang ditawarkan ke Pertamina. Djoko mengatakan saat ini, sudah ada sejumlah kesepakatan pembelian minyak mentah untuk dialirkan ke kilang-kilang Pertamina.

Misalnya hasil produksi Exxonmobil yang didapat dari lapangan Banyu Urip. Selama ini setidaknya 87% produksi Exxonmobil sudah dialirkan untuk kebutuhan domestik dan dibeli Pertamina.

Sementara itu, sisanya akan tetap dialokasikan untuk diserap Pertamina dengan perkiraan 27.000 barel per hari.

Selain itu, seluruh produksi bagian PT Energi Mega Persada dengan total 2 juta barel per tahun juga sudah diserahkan ke Pertamina. Djoko mengatakan ke depannya, rekomendasi ekspor hanya diberikan setiap bulannya, begitu pun impor minyak Pertamina.

"Yang sudah terlanjut dibuatkan rekomendasi ekspor diteruskan. Ke depan akan dikelola ulang dengan durasi setiap bulan," katanya.

Sebagai landasan hukum kebijakan ini, akan diterbitkan PermenESDM untuk mengatur transaski business to business antara Pertamina dan KKKS. Saat ini, beleid tersebut sedang dalam proses perundangan dan akan terbit dalam beberapa hari ke depan.

Implementasi perluasan mandatori B20 juga menjadi harapan untuk menekan impor solar. Mas'ud menjelaskan dengan pertumbuhan konsumsi BBM sebesar 4% per tahun, implementasi kebijakan ini akan menghemat devisa negara.

"Setidaknya 20% dari impor solar akan tergantikan dengan biodiesel," tambahnya.

Pemerintah juga menegaskan memastikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak mengalami kenaikan. Dirjen Migas Djoko Siswanto memastikan tidak ada peyesuaian harga BBM, di tengah situasi tertekannya nilai tukar rupiah.

"Tidak betul, saya ingin meluruskan itu. Pemerintah tidak melakukan penyesuaian harga BBM," katanya.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengatakan harga BBM Pertamina masih tetap dan belum ada rencana penyesuaian harga.

Selaku Badan Usaha, Pertamina akan melaporkan setiap perubahan harga BBM kepada Pemerintah cq Menteri ESDM, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 tahun 2018 tentang perhitungan harga jual eceran BBM.

"Pertamina patuh pada aturan Pemerintah bahwa setiap penyesuaian harga harus dilaporkan dahulu," katanya, dalam keterangan pers.

Sumber: http://industri.bisnis.com/read/20180905/44/835603/strategi-menekan-impor-sektor-energi